Penulis : Marianus Gaharpung, SH MS, dosen FH Ubaya & Lawyer di Surabaya
Pemberitaan media online belakangan ini tentang kelompok masyarakat (suku) yang mempertahankan wilayah tanahnya terhadap investasi baik oleh negara maupun swasta kian marak.
Contoh, pembangunan waduk Lambo Mbay, dimana masyarakat adat/suku sebagai pemegang tanah hak ulayat(suku) melakukan protes keras yang terkadang mereka tidak paham substansialitas hadirnya negara demi kesejahteraan masyarakat.
Pertanyaannya, mengapa selalu saja terjadi konflik ketika adanya investasi. Apakah karena masyarakat memang tidak paham akan hak dan kewajiban sebagai warga negara bahwa tanah milik perorangan atau suku WAJIB HUKUMNYA diberikan kepada negara untuk kepentingan publik (kesejahteraan rakyat) dengan pemberian ganti rugi oleh negara berdasarkan nilai jual obyek pajak atau kesepakatan bersama pemilik atau warga (pasal 1320 dan pasal 1338 KUH. Perdata)?
Atau karena masuknya oknum- oknum tertentu yang mengatasnamakan HAM atau baru paham sedikit tentang hukum lalu memprovokasi/ indoktrinasi terhadap isi kepala dari warga akhirnya warga seakan oposisi dengan pemerintah (negara). Ini yang terkadang sangat dirasakan oleh masyarakat. Padahal pembebasan tanah untuk kepentingan publik berdasarkan Peraturan Presiden bukan oleh peraturan bupati, kemauan camat atau lurah setempat, ini perlu dipahami.
Fenomena yang terjadi selama ini disebabkan perbedaan paradigma pengelolaan sumber daya alam antara hukum negara dengan hukum adat adalah penyebab utama konflik hak ulayat(suku). Hukum negara menganut sifat penguasaan individual, formal, dan menitikberatkan pada sisi ekonomi yang terkadang bertentangan dengan paradigma hukum adat yang komunal, informal serta menitikberatkan kepada kepentingan bersama(ulayat)/suku.
Karena di mata masyarakat bahwa tanah suku merupakan hak penguasaan yang tertinggi atas tanah dalam hukum adat yang meliputi semua tanah yang termasuk dalam lingkungan wilayah suatu masyarakat hukum adat tertentu, yang merupakan tanah kepunyaan bersama para warganya.
Sehingga ketika bersentuhan dengan aktivitas yang mengedepankan keuntungan ekonomis di atas tanah hak suku aspek negosiasi dalam kebersamaan dengan masyarakat yang saling menguntungkan terkadang diabaikan apalagi dimasuki oleh oknum oknum yang mengatasnamakan organisasi untuk menyelamatkan orang kecil dan terpinggirkan ini yang berbahaya.
Prinsip investor atau negara pokoknya demi terwujudnya keadilan masyarakat. Pertanyaan, keadilan yang bagaimana yang dimaksud? Keadilan yang mengedepankan keuntungan bersama. Apakah investor dan negara mengedepankan aspek keadilan sebagai keuntungan bersama ketika membebaskan tanah (suku)?
Jawabannya PASTI sebab negara hadir dan sangat mengedapankan Kolektivitas dari masyarakat suku di Mbay Nagekeo. Terkait dengan pembangunan Waduk Lambo rasanya tujuannya jelas agar perkebunan pertanian Peternakan di Mbay Nagekeo memberikan manfaat riil untuk kita dan anak cucu di masa mendatang.
Oleh karena itu, harusnya jangan berorientasi sesaat saja pokoknya dapat uang kaya mendadak buang jauh pemikiran pragmatis dari perorangan atau suku suku di sekitar pembangunan Waduk Lambo tetapi adanya waduk ini memberikan manfaat sepanjang masa.
Oleh karena itu, info yang wajib kita berikan kepada masyarakat disekitar waduk Lambo tersebut adalah perusahaan yang diberi lisensi untuk kerja Waduk Lambo harus mempekerjakan warga masyarakat (suku suku) di sekitar waduk, Dalam arti semua pembangunan itu wajib mengedepan hak-hak masyarakat suku setempat dimana sasaran utama pemanfaatan tanah suku demi meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Mbay Nagekeo.
Oleh karena itu hentikan semua aktivitas yang hanya memposisikan warga suku melawan negara itu SANGAT SALAH.Negara sangat sadar bahwa keabsahan dan daya berlakunya hukum adat tentu tidak bergantung pada proses formalisasinya sebagai hukum negara, melainkan pada tempat yang memberikan kesempatan kepada masyarakat hukum adat untuk berinteraksi dengan pihak luar dalam ruang- ruang hukum yang disediakan oleh negara.
Pertanyaannya, Pemerintah Kabupaten Nagekeo sudah memiliki Peraturan Daerah(Perda) yang mengatur hak ulayat suku suku di Nagekeo tentang Penguatan dan Pengakuan Masyarakat Ada? Langkah ini yang serius dan harus digarap oleh DPRD dan Bupati Nagekeo sebagai perwujudan dari kewajiban konstitutif negara untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak asasi warga negara khususnya masyarakat adat/suku.
Jika ada Perda tentang pengakuan ini sudah pasti akan menciptakan kondisi dimana hukum adat dapat ditegakkan dalam melindungi wilayah adat mereka dari gangguan pihak luar yang dapat merusak pola keadilan dan kelestarian lingkungan yang diterapkan secara turun – temurun.
Ketika awal pembebasan lahan memang kita amati terjadi konflik sampai ada warga yang mengalami luka dan lain- lain karena barangkali mendapat informasi tidak lengkap atau perda tentang masyarakat adat/suku ini tidak ada.
Perkembangan atau modernisasi di Nagekeo di masa mendatang tidak akan bisa dibendung. Oleh karena itu, demi tertibnya investasi sehubungan dengan tanah tanah suku tidak akan terjadi lagi karena bisa saja muncul suku suku kagetan di atas lahan yang akan dibebaskan demi uang pasti dapat teratasi dengan adanya Perda tentang Pengakuan Masyarakat(suku) adat di Nagekeo.
Pewarta : Zainudin Abdulah
Editor : Gusti Wilantara